SWARA. MELONGUANE – Pasangan calon asal PDI Perjuangan Welly Titah (Poka) dan Anisya Bambungan kini mulai “diteror” Black Campaign. Ini terlihat dari bagaimana Narasi negatif yang dibangun para oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab menghantam Pasangan Calon (Paslon) terkuat di Talaud itu.Cara pendekatan pun yaitu dengan mulai menggaungkan politik “asal bukan” khususnya terhadap Bambungan yang dinilai lawan adalah politisi karbitan dan asal comot milik partai moncong putih ini.
“Banyak informasi yang tidak divalidasi ke pihak yang pantas untuk memberi kejelasan kemudian disebar dan bisa dianggap sebagai kebenaran yang merugikan pihak Nisa.
Salah satu trik politik yang sengaja dimainkan untuk menyerang pribadi Anisa dan menyandera niat tulus generasi muda untuk berkontribusi dalam membangun daerah tercinta,” aku Calon Wakil bupati Anisya Bambungan,lewat tulisannya di akun Facebook miliknya
Pemilihan figur yang diusung oleh partai pesaing pun akan didasarkan pada fenomena “asal bukan” repotnya fenomena ini kerap didasarkan pada informasi-informasi yang belum tentu benar atas figur.
“Demokrasi seperti ini yang memunculkan serangan pribadi terhadap tokoh yang diusung. Mulai dari serangan yang bersifat SARA hingga kelemahan yang tidak terverifikasi kebenarannya. Serangan yang dilancarkan pun tidak dilakukan secara terbuka melalui media massa ataupun dalam kampanye. Serangan dilakukan secara tertutup melalui sosial media,” ucapnya lewat akun media sosialnya.
Lebih jauh ia menulis “bila ada serangan yang bersifat terbuka maka dilakukan dalam bentuk sindiran. Sindiran pun dilakukan secara umum sehingga mudah untuk dielakkan seolah tidak ditujukan pada figur tertentu. Tidak dapat dipungkiri mencari Pemimpin bagaikan mencari malaikat,” Demikian tulisnya.
Setiap figur yang diusung harus siap untuk ditelanjangi dan diserang dari segala aspek. Namun, bila serangan dilakukan terhadap pribadi melalui sosial media, bagaimana meluruskan dan membantahnya? Terlebih lagi kerap serangan melalui media sosial tidak diketahui siapa yang memulai.
Saat ini pemilih pemula dan swing voters adalah mereka yang melek teknologi. Mereka terbiasa dengan berbagai sosial media. Bila serangan atas pribadi yang didasarkan pada fenomena “Asal Bukan” dilakukan melalui sosial media, pemilih penentu akan memilih figur yang Pemimpin berdasarkan informasi yang menyesatkan. Lalu apakah adil memperlakukan dan menghukum tokoh yang diusung menjadi Kepala Daerah melalui sosial media atas fenomena Asal Bukan?
Bahkan, menjadi pertanyaan besar apakah demokrasi Indonesia didasarkan pada serangan pribadi melalui media sosial? Jawabannya tentu tidak. Di sinilah pentingnya Partai Politik memiliki platform dan ideologi yang jelas. Bahkan partai politik, anggota dan simpatisannya harus bisa menahan diri untuk tidak melakukan serangan yang berbasis “Asal Bukan” terhadap tokoh pesaingnya melalui sosial media.
Demikian figur cerdas, pilihan rakyat, pilihan PDI Perjuangan, pilihan calon bupati untuk berpasangan dan pilihan untuk memimpin Talaud jadi lebih baik lagi ke depannya menuangkan isi hati dan ungkapan perasaannya di media sosial Facebook miliknya. (if@n)