SWARA.KOTAMOBAGU — Aliansi Masyarakat Adat Bolaang Mongondow Raya (Amabom) memberikan gelar adat kepada Hadi Pandunata sebagai ‘Tongganut In Ta Motompira’ yang artinya seorang yang menjadi inspirasi dalam mengajak dan melakukan kebaikan.
Tapi sayang, pemberian adat oleh Amabom kepada Hadi Pandunata yang berlangsung di Hotel Sutan Raja, pada 26 Juli lalu itu rupanya ditolak oleh ormas adat Laskar Bogani Indonesia (LBI).
“Siapa dia? dan apa yang sudah dia berikan untuk daerah kita ini, sehingga dia diberikan gelar adat tersebut,” kata Toan Tongkasi sebagai Sekertaris Jendral (sekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Laskar Bogani Indonesia, kepada media ini, Selasa (31/08) malam tadi.
Menurut Sekjen DPP LBI ini, apa yang diberikan Amabom kepada Hadi Pandunata sah-sah saja. Yang penting kata dia, tidak mengklaim atas nama seluruh masyarakat Bolaang Mongondow Raya (BMR).
“Karna setahu kami kelima daerah di Bolaang Mongondow Raya itu baru Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan yang sudah ada kelembagaan adatnya. Dan gelar adat tersebut sifatnya hanya pemberian dari sekelompok komunitas saja dan bukan atas nama masyarakat Bolaang Mongondow Raya keseluruhan,” ujarnya.
Sementara itu, Tokoh Pemerhati Budaya dan adat Bolaang Mongondow yakni Sumitro Tegela mengatakan, menyandang gelar adat itu sesuatu yang amat berat dan sakral bagi yang menerima gelar adat tersebut.
“Siapa yang memberi dan siapa yang menerima harus jelas, karena ini klaim adat dan budaya daerah setempat,” kata Sumitro.
Menurutnya, pemberian gelar adat kepada seseorang ini harus se-selektif mungkin. Sebab, aturan mainnya sudah diatur dengan aturan pemerintah dimana pemberian gelar tersebut harus dari lembaga ataupun organisasi yang resmi. “Jangan sampai pemberian gelar adat ini justru akan mencederai adat dan budaya kita sendiri,” jelasnya. (mg6/tim).